REVIEW JURNAL : UU PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN DAMPAKNTA KEPADA
PELAYANAN RUMAH SAKIT
PENGARANG : dr.
A.W.Budiarso - Persi Pusat
NAMA
ANGGOTA
1.
RIZKY NAILUVAR
(26210179)
2.
YESI KURNIYATI
(28210624)
3. RATNA SARI (25210672)
4.
DILLA OETARI. D
(22210016)
5.
AHRARS BAWAZIER (29210101)
KELAS
: 2EB05
I. Pendahuluan
Pendirian
sebuah rumah sakit antara lain bertujuan untuk melayani masyarakat akan
kebutuhan pelayanan kesehatan. Untuk itu rumah sakit akan memproduksi jasa
layanan kesehatan antara lain rawat jalan, rawat inap, penunjang diagnostik,
farmasi dan berapa layanan yang lain.
Beberapa
dekade tahun yang lalu hubungan antara rumah sakit selaku produsen jasa layanan
kesehatan dan penderita selaku konsumen menurut kacamata pengamat belumlah
harimonis benar. Seorang pakar pemasaran rumah sakit menyatakan dalam bukunya
sebagai berikut: “… pada waktu memerlukan layanan kesehatan pada sebuah rumah
sakit, seorang calon penderita hanya mempunyai hak untuk menentukan ke rumah
sakit mana dia akan pergi. Setelah itu dia harus menurut tentang semua hal
kepada dokter dan rumah sakit yang merawatnya tentang sakitnya, pemeriksaan dan
pengobatan apa saja yang harus dijalaninya tanpa didengar pendapatnya …..”
Pada
akhir-akhir ini sudah banyak dicapai kemajuan hubungan antara rumah sakit dan
penderita, sudah merupakan kejadian yang biasa bahwa seorang penderita menuntut
rumah sakit atas layanan yang dia terima dan sebuah rumah sakit. Akibat dari
hal ini dokter dan rumah sakit sudah lebih hati-hati dalam melaksanakan
kegiatan profesinya.
Disamping
itu para pelaksanan rumah sakit terutama para dokter juga berusaha untuk
melaksanakan profesinya dengan baik. Tetapi dapat terjadi bahwa dokter walaupun
telah berusaha dengan sungguh-sungguh, ada kemungkinan tetap akan ada
kemungkinan melakukan kesalahan. Pada pengamatan di ,lapangan, sudah ada
beberapa perusahaan asuransi yang menghubungi para dokter untuk bekerja sama
dalam menghadapi kemungkinan menghadapi tuntutan atas kesalahan atau
kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh para dokter, dan ini merupakan biaya
tambahan bagi dokter tersebut. Sehingga perlu kita waspadai bahwa pada
ujung-ujungnya semua biaya ini akan dibebankan pada seluruh penderita yang
dilayani dokter tersebut. Jalan yang terbaik ialah diambil kebijakan yang
terbaik agar dapat mengakomodasi kedua gejala diatas.
II. Hak Dan Kewajiban
Konsumen/Penderita
Semua hak
dan kewajiban konsumen yang tercantum, pada UU No. 8 Tahun 1999 akan merupakan
pula hak dan kewajiban penderita selaku konsumen pada sebuah rumah sakit. Ada 9
hak yang secara tegas tercantum dalam UU Perlindungan konsumen tersebut. Dan
hak tersebut, maka banyak hal telah tercakup dalam beberapa ketentuan dan
peraturan yang dikeluarkan oleh Dep. Kes. RI. Beberapa hal misalkan:
a. Upaya
akreditasi rumah sakit bertujuan agar mutu layanan rumah sakit lebih baik dan
menunjang kenyamanan dan keselamatan penderita.
b. Hak
penderita untuk mendapatkan “second opnion”, bila merasa bahwa pelayanan
seorang dokter tidak/kurang meyakinkan kalau perlu pindah rumah sakit.
Penderita berhak untuk mendapatkan catatan pengobatan di rumah sakit lama.
c. Adanya
“informed consent”, penderita berhak mendapatkan penjelasan yang lengkap
sebelum dilakukan tindakan tertentu. Penderitapun berhak menolak bila tidak
menyetujui rencana tindakan yang akan dilaksanakan dokter dan rumah sakit
terhadapnya. Bila ada penolakan tersebut, segala akibat tidak dilakukannya
tindakan tersebut menjadi tanggung jawab peniderita.
d. Adanya
MKEK ( Majelis Kode Etik Kedokteran ), bertujuan untuk melindungi penderita
dari kemungkinan mal praktek seorang dokter di rumah sekit.
e.
Pencatuman hak penderita mengharuskan Rumab Sakit harus meningkatkan pelayanan
sehingga penderita merasa diperlakukan dengan baik, tidak diskriminatif, jujur,
adanya kenyamanan dalam memperoleb
layanan dan
lain-lain. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen, rumah sakit akan meningkatkan
faktor-faktor pelayanan tersebut, satu hal yang dirasakan sangat kurang bila
dibandingkan rumah sakit diluar negeri.
f. Dalam
menghadapi tuntutan kompensasi, ganti rugi oleh penderita, dengan adanya UU ini
perlu diwaspadai pemanfaatan oleh pihak ke 3. Walaupun tuntutan ganti rugi atas
kesalahan atau kekurangan, pelayanan rumah sakit/dokter terhadap seorang
penderita, dapat menyebakan rumah sakit/dokter lebih berhati-hati dalam
melaksanakan pelayanan kegiatan pelayanan, dan ini akan menyebakan peningkatan
biaya yang akhirnya akan dipikul penderita secara keseluruhan. Hal ini dapat
terjadi karena baik rumah sakit maupun dokter akan bekerja sama dengan asuransi
guna melindungi dirinya, karena tuntutan bisa sangat besar dan tak akan
terpikul oleh dokter maupun rumah sakit.
III. Kewajiban konsumen/penderita
Mengenai
kewajiban penderita dalam hubungan antara dokter umah sakit dengan penderita,
akan sangat mendukung pelaksanaankegiatan rumah sakit maupun dokter.
a. Kepatuhan
penderita akan prosedur dan tatacara pengobatan akan mendukung kesembuhan.
b. Disamping
itu adanya pihutang yang tidak terbayar dan umumnya lebih banyak menimpa rumah
sakit golongan IPSM yaitu rumah sakit yang biasanya melayani golongan menengah
kebawa diharapkan akan berkurang sehubungan dengan adanya penekanan bahwa
penderita akan membayar sesuai dengan tarif yang telah disepakati.
IV. Hak Dan Kewajiban Pelaku
Usaha/Rumah Sakit
A. Hak
pelaku usaha/rumah sakit
a. Hak
menerima pembayaran atas tarif yang sudah disepakati akan sangat mengurangi
pihutang yang tidak terbayar. Hal ini juga akan mencegah penderita menggunakan
kelas perawatan yang diluar kesanggupan untuk membayar.
b. Dalam
menghadapi penderita yang kurang beritikad baik, rumah sakit akan melakukan
kerja sama dengan asuransi. Ini perlu diwaspadai agar ujung-ujungnya tidak
merugikan penderita.
c MKEK akan
melindungi penderita sekaligus juga melindungi dokter/rumah sakit bila tidak
bersalah. Adanya peradilan profesi yang sedang diprakasai oleh MKEK/IDI untuk
mewujudkannya, akan sangat melindungi kedua belah pihak baik penderita maupun
dokter/rumah sakit. Hanya perlu diwaspadai agar kegiatan ini tidak menjadi pos
biaya baru bagi rumah sakit.
B. Kewajiban
pelaku usaha
a. Pada
umumnya semua kewajiban telah diatur dalam ketentuan Menteri Kesehatan maupun
Dir. Jan. Yanmed seperti adanya ketentuan hak dan kewajiban rumah sakit,
penderita dan pemulik rumah sakit, “informed Consent”, ketentuan akreditasi
rumeh sakit dan lain-lain.
b. Kewajiban
agar memberi kesempatan konsumen/penderita untuk menguji atau mencoba
barang/jasa layanan rumah sakit sulit
untuk
dilaksanakan. Hal ini mungkin sudah tercakup dalam ketentuan “informed Consent”
dalam hal ini penderita menyatakan persetujuan atau menolak tindakan yang akan
dilaksanakan kepadanya setelah penderita mendapat penjelasan yang lengkap
tentang untung dan ruginya serta risiko tindakan yang akan dilaksanakan
terhadapnya. Dengan adanya UU ini dokter/rumah sakit akan lebih ber-hati-hati
dan ber-sungguh melaksanakan “informed Consent”.
c. Pemberian
kompensasi dalam bidang perumah-sakitan sangat sulit untuk diukur besarnya. Hal
ml, akan memaksa rumah sakit atau dokter untuk bekerja sama dengan asuransi
sehingga akhirnya akan membebani penderita sendiri secara keseluruhan.
d. Disamping
itu tidaklah mungkin dokter/rumah sakit menjamin tentang hasil/upaya yang
dilakukan terhadap seorang penderita walaupun secara teori kedokteran sesuatu
tindakan itu walaupun tepat pelaksanaannya hasilnya tidak dapat diramalkan.
Maka pelaksanaan “informed Consent” yang benar sudah merupakan cerminan hak
penderita untuk menooba layanan rumah sakit/dokter sebe lumnya.
V. Perbuatan Yang Dilarang Bagi
Pelaku Usaha/rumah sakit
a. Dalam
pelarangan terhadap pelaku usaha/rumah sakit yang tercantum pada BAB IV pasal 8
pada umumnya telah tercakup oleh KEP. Men. Kes dan 5K. Dir. Jen. Yanmed. Dengan
berlakunya UU NO. 8 Th. 1999 tentang perlindungan konsumen, maka pelaksanaan
ketentuan ini lebih diperkuat, sehingga terasa positif di lapangan.
b. Dalam
masalahnya promosi rumah sakit/dokter, selalu akan terkait dengan etika rumah
sakit maupun etika kedokteran. Dilain pihak konsumen/penderita memang sangat
memerlukan informasi yang benar tentang produk jasa layanan kesehatan yang
ditawarkan rumah sakit/dokter. PERSI merasakan bahwa sebagai institusi yang
menghasilkan produk jasa layanan kesehatan dan akan dibutuhkan oleh
konsumen/penderita, pada dasarnya kegiatan promosi wajib dilaksanakan. Sehingga
mengacu kepada etika yang ada, kebutuhan konsumen dan keterbatasan biaya yang
dimiliki rumah sakit, kegiatan promosi. iklan dan lain-lain oleh rumah sakit
harus memperhatikan:
1)
Promosi/iklan harus murni bersifat informatif.
2)
Promosi/iklan tidak bersifat komparatif artinya membandingkan dengan institusi
rumah sakit/ dokter lain dan mengisyaratkan bahwa dirinyalah yang terbaik dan
yang lain jelek.
3)
Promosi/iklan harus berpijak pada dasar kebenaran.
4)
Promosi/iklan tidak berlebihan.
Dengan
memperhatikan hal tersebut maka kegiatan promosi, iklan dan kegiatan lain dalam
rangka memperkenalkan produk rumah sakit/dokter tidak dianggap melanggar etik.
c. Kegiatan
promosi bentuk lain seperti “sales promotion”, pelayanan obral, dan tawaran lain
dalam bentuk hadiah sebaiknya dilarang untuk rumah sakit/dokter, karena untuk
melanggar ketentuan yang 4 buah diatas sangat besar kemungkinannya.
Kesimpulan
Dan
pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
a. Pada
dasarnya semua hak dan kewajiban baik untuk konsumen/penderita, maupun rumah
sakit/dokter telah tercakup dalam ketentuan yang dikeluarkan Dep. Kes. RI.
Dengan dikeluarkannya, UU No. 8 Th. 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka
ketentuan-ketentuan tersebut diperkuat sehingga berpengaruh positif pada
hubungan antara penderita, rumah sakit/dokter dan pemilik rumah sakit.
b. Perlu
diwaspadai tentang hak yang berkaitan dengan tuntutan kompensasi/ganti rugi
terhadap layanan yang dirasakan tidak sesuai dan ketentuan yang ada. Perlu
adanya pengawasan agar adanya upaya pihak ke 3 yang berlebihan, ujung-ujungnya
akan merugikan konsumen/penderita sendiri karena akan meningkatkan biaya
pelayarian kesehatan secara umuin. Peran MKEK perlu ditingkatkan. Prakarsa
adanya peradilan profesi merupakan langkah strtegis dalam menangani
perselisihan antara rumeh sakit/dokter dengan penderita. Tetapi perlu pula
diwaspadai adanya keterlibatan pihak ke 3 yang terlampau dalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar