Review Jurnal : HUKUM PERIKATAN
Pengarang : Rina
Andriana
Institusi : Magister Kenotariatan Universitas Sumatera
utara
NAMA ANGGOTA
1.
RIZKY NAILUVAR
(26210179)
2.
YESI KURNIYATI
(28210624)
3.
RATNA SARI
(25210672)
4.
DILLA OETARI. D
(22210016)
5.
AHRARS BAWAZIER (29210101)
KELAS : 2EB05
Abstrak
Asuransi
membawa misi ekonomi sekaligus sosial dengan adanya premi yang dibayarkan
kepada perusahaan asuransi dengan jaminan adanya transfer of risk, yaitu
pengalihan
(transfer) resiko dari tertanggung kepada penanggung. Dalam pelaksanaannya
pengikatan suatu perjanjian asuransi saat ini juga dilakukan melalui
telemarketing yang berpeluang untuk timbulnya perselisihan karena pengikatan
melalui telemarketing hanya berupa kesepakatan pra kontrak. Praktek perjanjian
Asuransi Jiwa Melalui Telemarketing juga
dilaksanakan oleh Asuransi Jiwa BNI Life. Penulisan bertujuan untuk menjelaskan
dasar hukum pengikatan asuransi jiwa melalui telemarketing pada Asuransi Jiwa BNI
Life, keabsahan pengikatan asuransi melalui telemarketing Asuransi Jiwa BNI
Life ditinjau dari sudut aspek hukum perjanjian / hukum perikatan dan
perlindungan hukum bagi tertanggung terhadap penggunaan telemarketing dalam
hukum pengikatan asuransi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Telemarketing
merupakan penawaran/pemasaran produk asuransi jiwa media telepon yang digunakan
oleh Asuransi Jiwa BNI Life dalam rangka peningkatan pemasaran produk asuransi
jiwa. Akan tetapi, pengikatan asuransi melalui telemarketing hanya merupakan
suatu kesepakatan prakontrak yang tidak mengikat seperti halnya polis asuransi.
Kesepakatan melalui telemarketing dalam pelaksanaannya tidak menjadi suatu alat
bukti karena hanya merupakan kesepakatan lisan
Kata Kunci
Asuransi
Jiwa, Telemarketing dan Hukum Perikatan
I. Pendahuluan
Didalam
system pengaturan hukum perikatan dalam Buku III Kitab Undang Undang Hukum
Perdata ( KUH Perdata ) menganut system terbuka, yakni setiap orang dapat
mengadakan perjanjian mengenai apa pun sesuai dengan kehendaknya, artinya dapat
menyimpang dari apa yang telah di teteapkan dalam Buku III KUH Perdata baik
mengenai bentuk maupun isi perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Dengan
demikian, apa yang diatur dalam Buku III KUH Perdata merupakan hokum
pelengkap ( aanvullendrecht ), yakni
berlaku bagi para pihak yang mengadakan perjanjian sepanjang mereka tidak
mengesampingkan syarat-syarat dan isi dari perjanjian.
II. Permasalahan
Perikatan
adalah hubungan hukum yang terjadi antara dua orang ( pihak ) atau lebih, yakni
pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi,
begitu juga sebaliknya.Terdapat perbedaan pendapat dari beberapa ahli hokum
dalam memberikan istilah hukum perikatan. Misalnya, Wiryono Prodjodikoro dan R.
Subekti.
Wiryono
Prodjodikoro dalam bukunya Asas-Asas
Hukum Perjanjian Verbintenissenrecht ( Bahasa belanda ) oleh Wirjono
diterjemahkan menjadi hokum perjanjian bukan hokum perikatan
R. Subekti dalam
bukunya pokok-pokok Hukum Perdata menulis perkataan perikatan mempunyai arti
yang lebih luas dari perkataan perjanjian , sebab di dalam Buku KUH III Perdata
memuat tentang perikatan yang timbul dari :
- Persetujuan atau perjanjian
- Perbuatan yang melanggar hokum
- Pengurusan kepentingan orang lain yang
tidak berdasarkan persetujuan.
Perjanjian
dalam bahasa Belanda disebut overeenkomst, sedangkan hokum perjanjian disebut
overeenkomstenrecht. Sementara itu, pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian,
perikatan dapat terjadi karena Perjanjian ( kontrak ) dan Bukan dari perjanjian
( dari undang-undang ) Perjanjian adalah peristiwa di mana pihak yang satu
berjanji kepada pihak yang lain untuk melaksanakan suatu hal. Dari perjanjian
ini maka timbulah suatu peristiwa berupa hubungan hukum antara kedua belah
pihak. Hubungan hukum ini yang dinamakan dengan perikatan.
III. Pembahasan
A. Dasar Hukum Perikatan
1. Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata
terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut 1.
Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
2. Perikatan yang timbul dari undang-undang
Perikatan
yang timbul dari undang-undang dapat dibagi menjadi dua, yakni :
Perikatan
terjadi karena undang-undang semata, misalnya kewajiaban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak, yaitu
hokum kewarisan
Perikatan
terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia menurut hukum terjadi
karena perbuatan yang diperbolehkan ( sah ) dan yang bertentangan dengan hokum
( tidak sah )
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi
terjadi karena perbuatan melanggar hokum dan perwakilan sukarela.
B. Asas-Asas
dalam Hukum Perjanjian
Asas-asas
dalam hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni mengatur asas
kebebasan berkontrak dan asa konsensualisme
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas
kebebasan berkontrak terlihat di dalam pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan
bahwa segala sesuatu perjanjian yang di buat adalah sah bagi para pihak yang
membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membutanya.Dengan
demikian, cara ini dikatakan sistem terbuka, artinya bahwa dalam membuat
perjanjian ini para pihak diperkenankan untuk menentukan isi dari perjanjianya
dan sebagai undang-undang bagi mereka sendiri, dengan pembatasan perjanjian
yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan ketentuan undang-undang, ketertiban
umum , dan norma kesusilaan.
2. Asas Konsensualisme
Asas
Konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata
sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas.Dengan demikian, asas konsensualisme lazim disimpulkan dalam
pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat
adalah kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri ; cakap untuk
membuat suatu perjanjian ; mengenai suatu hal tertentu ; suatu sebab yang
halal. Dengan kata lain, dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat
subjektif, yakni jika salah satu pihak tidak dipenuhi maka pihak yang lain
dapat minta pembatalan. Sedangkan dua syarat yang lain dinamakan syarat-syarat
objektif , yakni jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka perjanjian batal
demi hukum , artinya perjanjian itu dianggap tidak pernah ada.dengan demikian ,
akibat dari terjadinya perjanjian maka undang-undang memnentukanbahwa
perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang. Oleh karena itu, semua
persetujuan yang dibuat secra sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
C.
Wanprestasi
Sementara
itu,wanprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa
yang diperjanjikan, misalnya ia alpa ( lalai ) atua ingkar janji.adapun bentuk
dari wanprestasi bisa berupa 4 kategori :
1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan
dilakukannya
2. melaksanakan apa yang dijanjiaknnya, tetapi
tidak sebagaimana yang dijanjikan
3. melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat
4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukannya.
Dengan
demikian, terhadap kelalaian atua kealapaan debitor sebagai pihak yang
melanggar kewajiban, dapat diberikan beberapa sanksi atau hukuman. Akibat
–akibat wanprestasi berupa hukuman atua akibat akibat bagi debitur yang melakukan
wanprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori :
1. Membayar kerugian yang diderita oleh
krediitur ( ganti rugi ). Ganti rugi sering
diperinci meliputi tiga unsure , yakni :
biaya adalah
segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh
salah satu pihak;
rugi adalah
kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibatkan
oleh kelalaian si debitor;
bunga adalah
kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung
oleh kreditor.
2. Pembatalan perjanjian atau pemecahan
perjanjian
Bertujuan
untuk membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian
diadakan. Kalau satu pihak sudah menerima sesuatudari pihak yang lain, baik
uang maupun barang maka harus dikembalikan sehingga perjanjian itu ditiadakan.
3. Peraliahan resiko
Adalah
kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar kesalahan
salah atu pihak yang menimpa barang dan menjadi objek perjanjian sesuai dengan
pasal 1237 KUH Perdata.
Hapusnya
Perikatan
Perikatan
itu bisa di hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan pasal 138 KUH
Perdata. Ada 10 cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :
a. pembayaran merupakan setiap pemenuhan
perjanjian secara sukarela
b. penawaran pembayaran tunai diikuti dengan
penyimpanan atau penitipan.
c. Pembaharuan utang
d. Perjumpaan utang atau kompensasi
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
g. Musnahnya barang yang terutang
h. Batal/pembatalan
i. Berlakunya suatu syarat batal
j. Lewat waktu
Memorandum
Of Understanding ( MoU )
Merupakan
perkembanagan baru dalam aspek hukum dalam ekonomi, karena di Indonesia istilah
MoU baru akhir-akhir ini dikenal.seblumnya , dalam ilmmu ekonomi maupun ilmu
hukum tidak ada. Menurut pendapat Munir Faudi, MoU merupakan terjemahan bahasa
indonesia yang paling pas dan paling dekat dengan nota kesepakatan.pada
hakikatnya MoU merupakan suatu perjanjian pendahuluan yang nantinya akan
diikuti dan dijabarkan dalam perjanjian lain yang mengaturnya secara lebih
detail.apabila MoU merupakan perjanjian biasa,yakni salah satu pihak ingkar
janji maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan wanprestasi, tetapi
kalau suatu menorandum of understanding dianggap sebagai suatu perjanjian pra
kontrak maka pihak yang dirugikan tidak menuntut ganti rugi.
Ciri-ciri
Memorandum of Understanding adalah sebagai berikut :
a. isinya ringkas , sering kali hanya satu
halaman saja
b. berisikan hal-hal yang pokok-pokok saja
c. hanya bersifat pendahuluan saja, yang akan
diikuti oleh perjanjian lain yang lebih rinci
d. mempunyai jangka waktu berlakunya ( 1 bulan
, 6 bulan atau setahun )
Tujuan
momerandumof understanding
Di dalam
suatu perjanjian yang didahului dengan membuat mou dimaksudkan supaya
memberikan kesempatan kepadapihak yang bersepakat untuk memperhitungkan apakah
saling menguntungkan atau tidak jika diadakan kerja sama, sehinga agar
memorandum of understanding dapat ditindaklanjuti dengan perjanjian dan dapat
diterapkan sanksi-sanksi.jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, tetapi
jika sanksi-sanksi sudah dicantumkan dalam memorandum of understanding akan
berakibat bertentangan dengan hukum petjanjian/perikatan, karena dalam mof
belum ada suatu hubungan hukum antara para pihak , yang berarti belum mengikat.
IV. Kesimpulan
Perikatan dalam hal ini
berarti ; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang
mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli
barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya
seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan,
letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena
hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh
pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat
hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan
yang lain itu disebut hubungan hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar