REVIEW
JURNAL : PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH
SEBUAH
KEWENANGAN BARU PERADILAN AGAMA *
PENGARANG : PROF.DR.
H. ABDUL MANAN, SH., S.IP., M.Hum.
SUMBER
JURNAL : http://www.findthatfile.com/search-65972335-hPDF/download-documents-makalah-pak-manan.pdf.htm
NAMA ANGGOTA
1. RIZKY NAILUVAR (26210179)
2. YESI KURNIYATI (28210624)
3. RATNA SARI (25210672)
4. DILLA OETARI. D (22210016)
5. AHRARS BAWAZIER (29210101)
KELAS
: 2EB05
Abstrak
Dalam
penyelesaian sengketa ekonomi syariah terdapat dua metode untuk
menyelesaikannya yaitu berdasarkan tradisi islam klasik dan berdasarkan tradisi
hukum positif di Indonesia. Kedua metode ini sama tujuannya yaitu menyelesaikan
dengan musyawarah yg mufakat. Dalam penyelesaiannya juga, terdapat hukum-hukum
yg menjadi acuan nya dan solusi dalam kendala-kendala yg di hadapi oleh lembaga
yg bersangkutan.
I.
PENDAHULUAN
Sebelum
lahirnya peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum formil dan hukum
materiel tentang ekonomi syari‟ah, dalam penyelesaian sengketa ekonomi syari‟ah
sebaiknya hakim Pengadilan Agama menguasai hukum perjanjian yang terdapat dalam
hukum perdata 3
umum (KUH
Perdata), juga semua fatwa-fatwa Dewan Syari‟ah Nasional Indonesia, dan Dewan
Wakaf Nasional Indonesia. Saat ini Kelompok Kerja Perdata Agama (Pokja-Perdata
Agama) Mahkamah Agung RI bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Hukum Islam dan
Masyarakat (PPHIM) sedang menyusun semacam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah
untuk menjadi pegangan aparat lembaga Peradilan Agama, tentu hal ini sambil
menunggu peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan ekonomi syari‟ah
diterbitkan.
Berdasarkan pasal 49 huruf ( i ) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama ditegaskan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk “ekonomi syari‟ah”.
Yang dimaksud dengan ekonomi syari‟ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang
dilaksanakan menurut prinsip syari‟ah yang meliputi bank syari‟ah, lembaga
keuangan mikro syari‟ah, asuransi syari‟ah, reasuransi syari‟ah, reksadana
syari‟ah, obligasi syari‟ah dan surat berharga berjangka menengah syari‟ah,
sekuritas syari‟ah, pembiayaan syari‟ah, pergadaian syari‟ah, dana pensiun
lembaga keuangan syari‟ah dan bisnis syari‟ah.
Ruang
lingkup wakaf berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 tidak hanya dalam
ruang lingkup benda tidak bergerak saja, tetapi meliputi benda wakaf bergerak,
baik berwujud atau tidak berwujud seperti uang, logam mulia, hak sewa,
transportasi dan benda bergerak lainnya. Wakaf benda bergerak ini dapat
dilakukan oleh wakif melalui lembaga keuangan syari‟ah yang dibentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti Bank Syari‟ah.
Kegiatan wakaf seperti ini termasuk dalam kegiatan ekonomi dalam arti luas
sepanjang penglolaannya berdasarkan prinsip syari‟ah.
II.
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH BERDASARKAN TRADISI ISLAM KLASIK
1. Al Sulh (Perdamaian)
Syarat-syarat
sahnya suatu perjanjian damai dapat diklasifikasi kepada bebarapa hal sebagai
berikut :
a. Hal yang menyangkut subyek
b. Hal yang menyangkut obyek
c. Persoalan yang boleh didamaikan
(disulh-kan)
d. Pelaksana perdamaian
2. Tahkim (Arbitrase)
3. Wilayat al Qadha (Kekuasaan Kehakiman)
a. Al Hisbah
b. Al Madzalim
c. al Qadha (Peradilan)
III.
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH BERDASARKAN TRADISI HUKUM POSITIF
INDONESIA
1.
Perdamaian dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR)
Konsep sulh
(perdamaian) sebagaimana yang tersebut dalam berbagai kitab fiqih merupakan
satu doktrin utama hukum Islam dalam bidang muamalah untuk menyelesaikan suatu
sengketa, dan ini sudah merupakan conditio sine quo non dalam kehidupan
masyarakat manapun, karena pada hakekatnya perdamaian bukalah suatu pranata
positif belaka, melainkan lebih berupa fitrah dari manusia.
Disini akan
dijelaskan tentang pengertian singkat tentang bentuk-bentuk ADR sebagai berikut
:
a.
Konsultasi
Black‟s Law
Dictionary memberi pengertian Konsultasi adalah “aktivitas konsultasi atau
perundingan seperti klien dengan penasehat hukumnya”.
b. Negosiasi
Dalam
Business Law, Prinsiples, Cases and Policy yang disusun oleh Mark E. Roszkowski
disebutkan : Negosiasi proses yang dilakukan oleh dua pihak dengan permintaan
(kepentingan) yang saling berbeda dengan membuat suatu persetujuan secara
kompromis dan memberikan kelonggaran
c.
Konsiliasi
Black‟s Law
Dictionary menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan konsiliasi adalah penciptaan
penyesuaian pendapat dan penyelesaian suatu sengketa dengan suasana
persahabatan dan tanpa ada rasa permusuhan yang dilakukan di pengadilan sebelum
dimulainya persidangan dengan maksud untuk menghindari proses legitasi.
d. Pendapat
atau Penilaian Ahli
Bentuk ADR
lainnya yang diintrodusir dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1990 adalah
pendapat (penilaian) ahli.
2. Arbitrase
(Tahkim)
Biasanya
dalam kontrak bisnis sudah disepakati dalam kontrak yang dibuatnya untuk
menyelesaikan sengketa yang terjadi dikemudian hari di antara mereka. Usaha
penyelesaian sengketa dapat diserahkan kepada forum-forum tertentu sesuai
dengan kesepakatan. Ada yang langsung ke lembaga Pengadilan atau ada juga
melalui lembaga di luar Pengadilan yaitu arbitrase (choice of forum/choice of
jurisdiction).
a. Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
Sebagian
besar di negara-negara barat telah memiliki lembaga arbitrase dalam
menyelesaikan berbagai sengketa ekonomi yang timbul akibat wanprestasi terhadap
kontrak-kontrak yang dilaksanakannya.
b. Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
Perkembangan
bisnis ummat Islam berdasar syari‟ah semakin menunjukkan kemajuannya, maka
kebutuhan akan lembaga yang dapat menyelesaikan persengketaan yang terjadi atau
mungkin terjadi dengan perdamaian dan prosesnya secara cepat merupakan suatu
kebutuhan yang sangat mendesak.
c. Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) berkedudukan di Jakarta dengan cabang
atau perwakilan di tempat-tempat lain yang dipandang perlu.
IV. SUMBER HUKUM DALAM MENYELESAIKAN
SENGKETA EKONOMI SYARI’AH.
1. Sumber
Hukum Acara (Hukum Formil)
Hukum Acara
yang berlaku di Pengadilan Agama untuk mengadili sengketa ekonomi syari‟ah
adalah Hukum Acara yang berlaku dan dipergunakan pada lingkungan Peradilan
Umum.
2. Sumber
Hukum Materil
a. Nash al
Qur‟an
Dalam al
Qur‟an terdapat berbagai ayat yang membahas tentang ekonomi berdasarkan prinsip
syariah yang dapat dipergunakan dalam menyelesaikan berbagai masalah ekonomi
dan keuangan.
b. Nash al
Hadits
Melihat
kepada kitab-kitab Hadits yang disusun oleh para ulama ahli hadits dapat
diketahui bahwa banyak sekali hadits Rasulullah SAW yang berkaitan langsung
dengan kegiatan ekonomi dan keuangan Islam.
3. Peraturan
Perundang-Undangan
Banyak
sekali aturan hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan
yang mempunyai titik singgung dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 ini. Oleh
karena itu Hakim Peradilan Agama harus mempelajari dan memahaminya untuk
dijadikan pedoman dalam memutuskan perkara ekonomi syari‟ah.
4.
Fatwa-fatwa Dewan Syari‟ah Nasional (DSN)
Dewan
syari‟ah Nasional (DSN) berada dibawah MUI, dibentuk pada tahun 1999. Lembaga
ini mempunyai kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam
kegiatan usaha Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syari‟ah.
5. Aqad
Perjanjian (Kontrak)
Mayoritas
Ulama berpendapat bahwa asal dari semua transaksi adalah halal. Namun asal dari
persyaratan memang masih diperselisihkan. Mayoritas Ulama berpendapat bahwa
persyaratan itu harus diikat dengan nash-nash atau kesimpulan-kesimpulan dari
nash berdasarkan ijtihad.
6. Fiqih dan
Ushul Fiqih
Fiqih
merupakan sumber hukum yang dapat dipergunakan dalam menyelesaikan sengketa
ekonomi syari‟ah. Sebagian besar kitab-kitab fiqih yang muktabar berisi
berbagai masalah muamalah yang dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan
masalah ekonomi syari‟ah.
7. Adab
Kebiasaan
Islam
sengaja tidak menjelaskan semua persoalan hukum, terutama dalam bidang muamalah
didalam al Qur‟an dan al Sunnah. Islam meletakkan prinsip-prinsip umum yang
dapat dijadikan pedoman oleh para Mujtahid untuk berijtihad menentukan hukum
terhadap masalah-masalah baru yang sesuai dengan tuntutan zaman.
8.
Yurisprudensi
Sampai saat
ini belum ada yurisprudensi (putusan Pengadilan Agama) yang berhubungan dengan
ekonomi syari‟ah.
V. PENUTUP
Beberapa hal
yang menyangkut permasalahan dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari‟ah,
Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama. Sudah tentu kendala-kendala yang
dihadapi cukup banyak, namun sebahagian kecil permasalahan tersebut telah
diuraikan di atas dengan maksud semua pihak, terutama aparat di lingkungan
Peradilan Agama supaya mempersiap diri menghadapi kendala-kendala tersebut,
guna mengantisipasi dalam menangani kasus-kasus penyelesaian sengketa ekonomi
Syari‟ah yang ditugaskan kepadanya.
Kesimpulan
Salah satu
wewenang peradilan agama adalah memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara
termasuk “ekonomi syari‟ah”. Contoh kasus yg terjadi adalah sengketa ekonomi
syariah di selesaikan melalui pengadilan umum, bukan pengadilan agama. Karena
hal ini tidak sesuai dengan proporsi nya. Seharusnya pihak yg lebih memahami
masalah mengenai syariah lah yg menyelesaikannya.