Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar yaitu:
· Pemerintah / publik.
· Swasta / private.
· Gabungan antara pemerintah dengan swasta.
Jenis Instrumen Keuangan untuk Modal:
1. Pembiayaan Melalui Pendapatan
a. Pembiayaan Melalui Pendapatan yang Bersifat Konvensioanal.
· Pajak
Pajak merupakan instrumen keuangan konvensional yang sering digunakan di banyak negara. Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai prasarana dan pelayanan perkotaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum, yang biasa disebut juga sebagai "public goods". Penerimaan pajak dapat digunakan untuk membiayai 3 pengeluaraan, yaitu: biaya investasi total ( pay as you go ), membiayai pembayaran hutang ( pay as you use ), menambah dana cadangan yang dapat digunakan untuk investasi di masa depan.
· Retribusi
Retribusi mempunyai 2 fungsi, yaitu sebagai alat untuk mengatur ( mengendalikan ) pemanfaatan prasarana dan jasa yang tersedia dan merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa. Untuk wilayah perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan misalnya air bersih, saluran limbah, persampahan dan sebagainya. Pengenaan retribusi sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya ( cost recovery ), dengan demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya operasi, pemeliharaan, depresiasi dan pembayaran hutang.
· Connection Fees
Connection fees merupakan pungutan yang dikenakan oleh perusahaan jasa pelayanan kepada individu, misalnya air bersih, saluran pembuangan kotoran, dan telephone. Tujuan utama dari dikenakannya pungutan ini adalah untuk menutupi biaya yang timbul sebagai akibat adanya tambahan konsumen dalam jaringan yang sudah ada.
b. Pembiayaan Melalui Pendapatan yang Bersifat Non Konvensioanal.
· Betterrment Levies.
Betterment levies merupakan tagihan modal ( capital charges ) yang ditujukan untuk menutupi/membiayai biaya modal dari investasi prasarana. Dalam kenyataannya, jenis pungutan ini relatif kurang banyak digunakan. Adapun tujuan utama dari pengenaan jenis pungutan ini adalah mendorong masyarakat yang memperoleh manfaat dari adanya prasarana umum agar turut menanggung biayanya. Dengan demikian, pungutan ini dikenakan langsung kepada mereka yang memperoleh manfaat langsung dari adanya perbaikan prasarana umum tersebut. Adapun dasar pengenaannya bisa didasarkan atas jumlah area atau berdasarkan nilai taksiran manfaat yang diperolehnya.
· Development Impact Fees.
Development impact fees dibayar oleh developer kepada pemerintah daerah atau perusahaan daerah sebagai kompensasi dari adanya dampak yang ditimbulkan karena adanya pembangunan baru, misalnya pembangunan kompleks perumahan, yang berdampak pada dibutuhkannya prasarana baru di luar kompleks yang bersangkutan. Tujuan utama dari pengenaan pungutan ini adalah untuk menutupi biaya yang berkaitan dengan pembangunan prasarana yang dibutuhkan sebagai akibat dari adanya pembangunan di suatu lokasi, misalnya kompleks perumahan, industri, dan sebagainya. Pungutan ini biasanya dikenakan pada saat izin membuat bangunan ( IMB ) dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
2. Pembiayaan Melalui Hutang
a. Pembiayaan Melalui Hutang yang Bersifat Konvensional.
· Pinjaman.
Secara umum pinjaman mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif lebih mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun demikian, pemerintah atau perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk pinjaman komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui pemerintah pusat).
b. Pembiayaan Melalui Hutang yang Bersifat Non Konvensional.
· Obligasi.
Pada dasarnya obligasi juga merupakan bentuk pinjaman yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan daerah untuk membiayai investasi prasarana. Sumber dana obligasi diperoleh melalui mobilisasi dana di pasar modal.
· Excess Condemnation.
Excess condemnation merupakan metode pembiayaan prasarana secara tidak langsung, dimana sejumlah tanah disisihkan untuk pembangunan prasarana, dan sejumlah lainnya diberikan pada developer swasta untuk pembangunan komersial. Sebagai imbalannya, developer berkewajiban untuk membangun prasarana yang dibutuhkan. Instrumen ini biasa digunakan untuk membangun kembali daerah-daerah kumuh, dimana melalui instrumen ini penyediaan prasarana perkotaan di daerah tersebut dapat dilaksanakan tanpa dibiayai oleh sektor publik.
· Linkage.
Developer diharuskan menyediakan dan membiayai prasarana yang sejenis di daerah lain yang kurang diinginkan, dalam rangka mendapatkan persetujuan pembangunan di daerah yang mereka inginkan. Metode semacam ini di Indonesia sudah mulai dikenal, khususnya berkaitan dengan pembangunan perumahan, dimana para developer diwajibkan untuk pembangunan perumahan sederhana sebagai kompensasi diberikannya izin untuk membangun perumahan mewah.
3. Pembiayaan Melalui Kekayaan
Pembiayaan Melalui Kekayaan yang Bersifat Non Konvensional.
· Joint Ventures.
Joint ventures merupakan kerjasama antara swasta dengan pemerintah ( private-public partnership ) dimana masing-masing pihak mempunyai posisi yang seimbang dalam perusahaan yang bersangkutan. Tujuan utama dari kerjasama ini adalah untuk memadukan keunggulan yang dimiliki sektor swasta, misalnya modal, teknologi dan kemampuan manajemen, dengan keunggulan yang dimiliki oleh sektor pemerintah, misalnya sumber-sumber, kewenangan dan kepercayaan masyarakat.
· Concession.
Beberapa contoh concessions adalah: kontrak jasa, kontrak manajemen, kontrak sewa, BOT ( Build, Operate, and Transfer ), BOO ( Build, Operate, and Own ), dan divestiture ( sektor swasta mengambil alih seluruh kontrol perusahaan dengan membeli seluruh aset pemerintah ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar